CERDASBELANJA.id - Bagi para penggila belanja, Black Friday adalah momen yang tepat.
Ada banyak diskon belanja besar-besaran dan penawaran menarik lainnya di momen Black Friday ini.
Bisa dibilang, Black Friday ini sangat dinantikan oleh para penggila belanja.
Pasalnya, Black Friday ini dapat memuaskan hasrat para peminat belanja untuk membeli berbagai produk dengan harga lebih miring.
Lantas, bagaimana sejarah dari Black Friday ini?
Black Friday kini juga menandai pembukaan periode sale akhir tahun yang identik dengan diskon besar-besaran.
Banyak yang memanfaatkannya untuk menyalurkan hasrat belanjanya atau menikmati diskon akhir tahun lebih awal.
Apalagi sejumlah brand di Amerika Serikat maupun Eropa kerap memberikan promo yang menggiurkan.
Kehebohannya nyaris serupa dengan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) yang diterapkan di Indonesia.
Jadi, apa yang sebenarnya dimaksud dengan Black Friday?
Black Friday adalah istilah untuk merujuk hari Jumat yang jatuh setelah perayaan Thanksgiving.
Baca Juga: 4 Alasan Pesanan Dibatalkan Otomatis oleh Shopee, Harus Belanja Ulang?
Oleh sebab itu, tanggalnya setiap tahun bisa berbeda-beda menyesuaikan jadwal hari libur keluarga di Amerika Serikat ini.
Awalnya, istilah Black Friday digunakan di Philadelphia, AS pada periode 1950an.
Istilah tersebut dipakai untuk menggambarkan masyarakat pinggiran kota yang berbondong-bondong ke pusat perbelanjaan pada hari-hari setelah Thanksgiving.
Sejumlah toko di pusat kota menawarkan promo menarik untuk produk yang dijual menjelang pertandingan olahraga yang digelar secara rutin pada masa itu.
Kerumunan itu menciptakan kekacauan dan kemacetan yang menjadi masalah bagi anggota kepolisian.
Akibatnya, para petugas tidak bisa mengambil cuti dan menikmati Thanksgiving lebih panjang.
Hal inilah yang memunculkan istilah Black Friday, yang dimaksudkan sebagai sarkasme atas kondisi pekerjaan mereka.
Istilah Black Friday kemudian mulai menyebar luas hingga jauh di luar Philadelphia.
Konotasi negatif atas istilah itu membuat banyak orang tersinggung, khususnya kalangan pengusaha, sehingga berusaha mengubah maknanya dengan menawarkan promo besar-besaran.
Black Friday kemudian semakin dikenal setelah dipakai dalam iklan di media cetak tahun 1966.
Perkembangannya kemudian membuat istilah itu dikenal secara umum sebagai penjualan pasca Thanksgiving.
Baca Juga: Apa Itu Harbolnas? Ternyata Inspirasinya dari Perayaan Belanja di Luar Negeri
Kini Black Friday tidak lagi merujuk pada satu hari tertentu namun mengidentifikasikan periode diskon yang lebih banyak.
Durasinya bisa berbeda-beda pada setiap brand, ada yang melakukannya selama tiga hari bahkan satu bulan. Promo Black Friday juga banyak yang dimulai lebih awal, bisa lebih awal dan bahkan bertepatan dengan Thanksgiving.
Di sisi lain, konsumen juga mulai menantikan promosi tahunan ini, sama seperti diskon Natal atau Tahun Baru. Banyak orang rela mengantre berjam-jam di toko favoritnya demi mendapatkan penawaran terbaik tahun itu.
Belakangan, tren Black Friday juga merambah pada dunia belanja online.
Sejumlah brand menawarkan diskon Black Friday untuk pembelian lewat situs resmi maupun e-commerce. Kebijakan ini membuat penikmat Black Friday bukan lagi berasal dari Amerika saja namun seluruh warga dunia.
Black Friday juga kerap membuat brand atau penjual meraup keuntungan besar. Hal ini sesuai dengan kebiasaan pencatatan keuangan yang mengasumsikan kerugian sebagai tinta merah dan keuntungan dengan tinta hitam.
Antusiasme Black Friday membuat banyak perusahaan kehabisan tinta hitamnya untuk mencatat keuntungan penjualannya.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Mengenal Black Friday, Momen yang Dinanti Para Penggila Belanja.