Tarif PPN Naik Mulai 1 April, Harga BBM Sampai Sembako Berpotensi Naik

Sabtu, 19 Maret 2022 | 12:00
KOMPAS.com

Ilustrasi pajak, ilustrasi UU HPP

CERDASBELANJA.ID – Pemerintah merencanakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik mulai 1 April 2022.

PPN adalah pungutan pemerintah yang dibebankan atas setiap transaksi jual-beli barang ataupun jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi, atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa, dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.

PPN adalah pajak tidak langsung, artinya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak, atau dengan kata lain penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Mengutip dari Kompas.com, tarif PPN direncanakan naik pada 1 April 2022 mendatang. Adapun besaran kenaikannya, dari yang semula 10% menjadi 11%.

Naiknya tarif PPN ini, menyusul disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Berdasarkan amanat UU, tarif PPN 11 % akan berlaku mulai 1 April 2022,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor, dilansir dari pemberitaan Kontan (11/3).

Sementara itu, UU HPP sendiri mengatur kenaikan PPN menjadi 11% per 1 April 2022, kemudian akan disusul kenaikan menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.

Tujuan kenaikan tarif PPN ini, sebagai upaya meningkatkan penerimaan pajak dan menciptakan kesetaraan dalam pembayaran pajak.

Baca Juga: Raih Pendanaan dari 1982 Ventures, HiPajak Permudah Generasi Muda dan UMKM Mengurus Pajak

Namun, kenaikan tarif PPN 11 % rupanya ditolak oleh sebagian besar masyarakat. Hal tersebut, dapat dilihat dari survei nasional oleh Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) yang menghasilkan sekitar 77,37 % responden menolak.

Dari angka tersebut, 28,75 responden menganggap kenaikan PPN akan menghambat pemulihan ekonomi, dilansir Kompas.com (13/10/2021).

Ekonom sekaligus direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, penyesuaian PPN menjadi 11% diperkirakan akan mendorong inflasi pada April 2022 berada di atas 1,4 % secara bulanan.

Selain itu, kenaikan PPN juga akan berpengaruh pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik untuk nonsubsidi, serta penyesuaian harga liquefied petroleum gas (LPG) nonsubsidi untuk ke sekian kalinya.

“Karena melihat pergerakan harga minyak mentah dunia sudah di atas USD118 per barrel. Jadi, ini salah kekhawatiran berlanjutnya tren harga energi global yang meningkat di tengah tren invasi Ukraina,” terang Bhima saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (12/3/2022).

Inflasi, nantinya juga bisa membuat bank sentral melakukan penyesuaian suku bunga lebih cepat.

Suku bunga acuan yang lebih cepat dinaikkan, menurut Bhima, akan berdampak juga pada kenaikan biaya produksi di level produsen dan dapat diteruskan hingga ke level konsumen.

Sementara itu, ada pula risiko dari sisi kenaikan harga pokok makanan saat Ramadan yang jatuh pada April 2022.

“Jadi, Ramadan dan lebaran di mana permintaan (bahan pokok) biasanya mengalami kenaikan dan ini ada tambahan dari kenaikan PPN,” tambah Bhima.

Baca Juga: Asyik! Kemenkeu Kembali Perpanjang Insentif PPnBM Kendaraan Bermotor

Hal tersebut akan sangat berdampak pada masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.

“Harus memperhatikan juga kesiapan dari daya beli masyarakat terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok. Pasalnya, pihak yang terkena dampak adalah masyarakat menengah bawah,” katanya.

Melihat dampak dan situasi yang mungkin terjadi, menurut Bhima pemerintah sebaiknya menunda kenaikan tarif PPN 11%.

Kebijakan tunda tarif PPN akan sangat mendukung pemulihan ekonomi, terlebih akibat dampak dari situasi geopolitik yang membuat inflasi jauh lebih tinggi.

Bhima menambahkan, kenaikan tarif PPN menjadi 11% sebenarnya bukan masalah, jika diterapkan saat konsumsi rumah tangga mulai solid. Namun, berbeda cerita jika diterapkan pada saat ini.

Terkait dengan penerimaan negara, Bhima menyebut masih ada tambahan windfall atau pajak dari naiknya harga komoditas global. Oleh karena itu, penambahan tarif PPN bukan sesuatu yang mendesak untuk dilakukan.

“Bahkan dengan hitung-hitungan harga minyak di atas USD127 per barrel terdapat tambahan penerimaan pajak dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) sebesar Rp192 triliun dari selisih harga ICP (Indonesia Crude Price) di asumsi makro USD63 per barrel,” jelas Bhima.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul, "Tarif PPN Diwacanakan Naik 1 April 2022, Ini Dampaknya bagi Masyarakat." (*)

Editor : Yunus

Baca Lainnya