Layanan Cicilan Merajalela, Catat Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Menggunakan Paylater

Rabu, 02 Maret 2022 | 20:00
iStockphoto

tren paylater

CERDASBELANJA.ID – Pada masa pandemi ini, popularitas e-commerce kian meningkat yang kemudian mendorong pesatnya adopsi digital payment, termasuk paylater.

Berdasarkan riset Perilaku Konsumen E-commerce Report 2021, pengguna metode pembayaran paylater di Indonesia meningkat selama pandemi, dengan perincian 55% dari konsumen yang menyatakan pernah menggunakan paylater, baru menggunakannya saat pandemi.

Di Asia Tenggara, terutama di Singapura, India, dan Filipina, paylater telah menguasai setidaknya 3% dari market share transaksi di e-commerce.

Sementara itu, secara global pertumbuhan industri paylater juga diprediksi meningkat hingga 2x lipat pada periode tahun 2020-2024.

Peneliti ekonomi digital Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, bisnis paylater ini sangat erat kaitannya dengan ekosistem digital yang dibangun oleh layanan penunjangnya.

Misalnya, kata Huda, paylater akan berkembang jika masuk ke ekosistem e-commerce, ride-hailing, pesan antar makanan dan lain sebagainya.

“Jika menilik dari karakteristik tersebut, maka paylater yang mempunyai kekuatan bersaing adalah paylater yang masuk ke ekosistem digital e-commerce,” ujar Huda kepada Cerdas Belanja, Rabu (2/3).

Menurut Huda, e-commerce saat ini tengah naik sekali dan diikuti oleh layanan digital penunjangnya seperti distribusi, termasuk pembayaran melalui paylater.

Baca Juga: 3 Faktor Utama Pendorong Pertumbuhan Paylater, Mulai Banyak Dikenal Masyarakat

Jadi, persaingan paylater mengerucut ke paylater yang ada di e-commerce. Misalnya seperti GoPaylater, ShopeePaylater dan sebagainya yang masih bisa bersaing.

“Potensi ke depannya pun masih sangat besar, mengingat kinerja e-commerce masih akan terus berkembang. Selain itu, orang juga masih terus berpindah dari belanja offline menjadi belanja online,” tutur Huda.

Selain itu, Huda melihat paylater ini sangat berkaitan erat dengan layanan lainnya, khususnya di e-commerce.

Apalagi proses pendaftaran dan penggunaannya sangat mudah. Orang yang tidak mempunyai kartu kredit pun, bisa menggunakan paylater dengan mudah.

“Untuk itu, saya rasa paylater sangat berkembang di layanan e-commerce, ataupun di pesan antar makanan/ride-hailing,” lanjutnya.

Di sisi lain, tentunya paylater juga membawa risiko tersendiri yang bisa dihadapi pengguna.

Huda menjelaskan, risiko yang paling sering dihadapi adalah gagal bayar dari paylater ini. Pasalnya, suku bunga di paylater ini termasuk besar karena ikutnya regulasi fintech P2P lending.

Apalagi, pendaftaran fitur paylater sangat mudah karena tidak perlu melihat berapa penghasilan per bulan dari pengguna.

Jadi, Huda memperkirakan hal ini bisa menimbulkan efek orang akan berbelanja dengan tidak terkontrol.

Baca Juga: Makin Banyak Diminati, Kredivo Ungkap Potensi Industri Paylater di Indonesia

“Maka dari itu, masyarakat harus mewaspadai kemudahan berbelanja menggunakan paylater. Pasalnya, bisa menyebabkan kondisi utang yang besar, tetapi kemampuan bayar rendah,” tegas Huda.

Untuk itu, kata Huda, pengguna perlu memperhatikan beberapa hal agar tidak mudah tergoda layanan paylater, serta lebih bijak dalam berbelanja.

Menurut Huda, tips paling mudah adalah jangan mudah tergiur dengan proses pengajuan yang mudah di paylater.

Proses yang mudah pasti akan dibayarkan dengan bunga yang tinggi. Pasalnya, tidak mungkin proses mudah dan bunga juga mudah. Pasti ada hal yang tidak menguntungkan.

“Menurut saya, pastikan dulu barang tersebut memang kebutuhan, bukan keinginan. Jangan sampai pendapatan kita lebih kecil dibandingkan dengan harga barang yang dibeli,” tutup Huda. (*)

Editor : Presi

Baca Lainnya