CERDASBELANJA.ID – Persaingan usaha mikro, kecil, dan menengan (UMKM) kian ketat.
Semua berusaha menari pembeli, agar berkunjung ke toko di e-commerce dan membeli dagangannya.
Belakangan muncul istilah predatory pricing, yang disebut-sebut sebagai pembunuh UMKM di e-commerce.
Baca Juga: Mau Buka Bisnis, Lebih Baik Sendiri atau Cari Partner? Ini Jawabannya
Mungkin banyak yang belum paham benar, apa itu predatory pricing?
Seperti dilansir dari Kompas.com, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menceritakan bagaimana perdagangan digital melalui e-commerce global secara nyata telah membunuh UMKM Indonesia.
Hal itu terjadi lantaran adanya persaingan yang tidak sehat dalam perdagangan digital melalui skema predatory pricing, yang berdampak pada hancurnya pelaku usaha dalam negeri.
Predatory pricing adalah strategi penjualan dengan mematok harga yang sangat rendah sehingga menarik pembeli.
Tujuannya untuk menyingkirkan pesaing dari pasar dan mencegah pelaku usaha lain masuk ke pasar yang sama.
"Jadi harga yang sengaja dibuat untuk membunuh kompetisi. Ini membuat tidak terjadi keadilan atau kesetaraan dalam perdagangan," ujar Lutfi dalam konferensi pers Rapat Kerja Kemendag 2021, Kamis (4/3).
Baca Juga: Cara Mulai Bisnis Online dengan Modal Minim, Ala Owner Stiletto
Praktik perdagangan yang curang itu, lanjut dia, diketahui dari sebuah tulisan yang dikeluarkan oleh lembaga internasional.
Tulisan itu mengungkapkan hancurnya UMKM asal Indonesia yang bergerak di bisnis fesyen muslim, yaitu penjual kerudung atau hijab, akibat praktik predatory pricing yang dilakukan pihak asing.
Lutfi menjelaskan, bisnis UMKM penjual hijab tersebut sempat berjaya selama 2016-2018 hingga mampu mempekerjakan 3.400 karyawan.
Total gaji yang dibayarkan UMKM pada pekerjanya bahkan mencapai USD650.000 per tahun.
Namun, pada 2018, ada sebuah perusahaan asing yang menyadap seluruh informasi UMKM tersebut.
Kemudian, perusahaan yang mencuri data itu membuat produk serupa di China.
Baca Juga: Rekomendasi Strategi Bisnis Online Untuk Tingkatkan Penjualan 2021
"Ketika industrinya maju di 2018 tersadap oleh AI (artificial inteligence) yang digunakan oleh perusahaan digital asing, kemudian disedot informasinya dan dibuat industrinya di China, lalu diimpor barangnya ke Indonesia," jelas Lutfi.
Selanjutnya, produk hijab produksi China itu masuk ke Indonesia melalui platform e-commerce global.
Harga jualnya pun sangat murah, hanya Rp1.900 per hijab.
"Jadi ketika kita buka platform e-commerce tersebut, benar saja, ternyata hijab yang dijual perusahaan itu harganya hanya Rp 1.900 per piece," imbuh dia.
Kondisi tersebut tentunya mematikan UMKM lokal lantaran harga yang dipatok hijab asal China itu jauh lebih rendah dari hijab produksi dalam negeri.
Padahal, kata Lutfi, nilai bea masuk yang dibayarkan perusahaan tersebut dari impor jilbab hanya sebesar USD44.000.
Baca Juga: Cara Mengembangkan Bisnis Online di Tengah Pandemi, Wajib Tahu!
"Mereka membayar bea masuk 44.000 dollar AS, tapi menghancurkan industri UMKM tersebut, yang membayar biaya gajinya 650.000 dollar AS untuk 3.400 orang," jelas dia.
Laporan inilah yang pada akhirnya memicu Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan pernyataan benci produk asing.
Menurut Lutfi, itu menjadi bentuk pernyataan kekecewaan kepala negara terhadap praktik kecurangan di perdagangan digital yang membunuh UMKM Indonesia.
"Itu bentuk kekecewaan beliau. Bukan hanya kekecewaan beliau, tapi juga kita semua, karena praktik-praktik yang tidak adil ini menyebabkan kerusakan yang masif terhadap perkembangan UMKM kita," tutup Lutfi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Buka-bukaan Mendag Lutfi soal Permainan Curang di E-commerce.(*)